LAM Kuansing Desak Agrinas Libatkan Masyarakat Adat dalam KSO Sawit, Jangan Hanya Jadi Penonton

Senin, 15 September 2025 | 19:06:01 WIB
Ketua LAM Kuansing, Aherson

Kuansing—Lembaga Adat Melayu (LAM) Kuansing mendesak PT Agrinas untuk melibatkan masyarakat adat dalam skema kerja sama operasional (KSO) pengelolaan kebun sawit, khususnya lahan eks hasil program Penertiban Kawasan Hutan (PKH).

Ketua LAM Kuansing, Datuk Aherson, mengatakan tanah adat yang selama ini dikuasai perusahaan melalui program PKH semestinya juga memberikan ruang kelola bagi masyarakat adat. Menurutnya, keberadaan masyarakat adat di Kuansing tidak bisa dipisahkan dari sejarah pengelolaan tanah dan hutan.

“Jangan hanya perusahaan yang menikmati hasil, sementara masyarakat adat hanya jadi penonton. Kami minta Agrinas melibatkan masyarakat adat dalam KSO sawit, terutama yang berasal dari kebun eks PKH,” kata Datuk Aherson.

Selain mendesak keterlibatan masyarakat adat, LAM Kuansing juga mengingatkan pemerintah daerah agar tegas terhadap perusahaan yang dinilai tidak berkontribusi bagi daerah.

“Perusahaan yang hanya merusak dan tidak berkontribusi sebaiknya angkat kaki dari Kuansing. Kami tidak ingin masyarakat adat selalu jadi korban,” tegas Aherson.

Ia mencontohkan pabrik kelapa sawit (PKS) ilegal serta perusahaan yang armada truknya kerap melampaui tonase jalan hingga merusak infrastruktur daerah. “Kalau Bupati tidak bertindak, nanti masyarakat adat yang turun tangan. Kalau sudah begitu, potensi bentrokan dengan perusahaan bisa terjadi,” tambahnya.

Agrinas dan Skema KSO

Sebagai informasi, PT Agrinas (Agribisnis Nusantara) merupakan perusahaan yang berada di bawah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan berperan dalam pemanfaatan lahan sawit eks PKH melalui skema Kerja Sama Operasional (KSO).

KSO sendiri merupakan pola kemitraan yang memungkinkan perusahaan mengelola aset atau lahan dengan berbagi hasil bersama mitra kerja.

LAM Kuansing menilai, pola KSO ini seharusnya memberi ruang bagi masyarakat adat untuk ikut serta, bukan hanya melibatkan perusahaan besar.

Program Penertiban Kawasan Hutan (PKH) dilaksanakan oleh Satgas yang dibentuk pemerintah pusat. Satgas PKH berlandaskan Inpres Nomor 8 Tahun 2018 tentang Penundaan dan Evaluasi Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit. Program ini bertujuan menertibkan perkebunan sawit ilegal di dalam kawasan hutan serta mengembalikan fungsi hutan yang terdegradasi.

Dari hasil penertiban, sebagian kebun sawit dikelola negara dan dimanfaatkan kembali melalui pola KSO, salah satunya bersama PT Agrinas.

LAM Kuansing menegaskan, jika masyarakat adat tidak dilibatkan, maka semangat reforma agraria dan pemulihan kawasan hutan akan timpang.

“Kalau sawit eks PKH hanya untuk perusahaan besar, itu sama saja mengganti penguasa lama dengan penguasa baru. Padahal masyarakat adat berhak mengelola bersama,” pungkas Aherson. (rls)

Halaman :

Terkini