Masyarakat Adat Batu Gajah Tuntut 20 Persen Lahan dari PT Arindo Tri Sejahtera

Senin, 28 Juli 2025 | 19:12:17 WIB
Suhaili Husein Datuk Bandaro Mudo, pucuk pimpinan adat Batu Gajah sekaligus Ketua Umum DPP LEMTARI.

Pekanbaru – Ninik mamak dan tokoh masyarakat Kenegerian Batu Gajah, Kecamatan Tapung, Kabupaten Kampar, Riau, mengadakan pertemuan pada Minggu (27/7/2025) sore di Jalan Aripin Ahmad, Pekanbaru. Pertemuan ini merupakan tindak lanjut dari mufakat bersama antara ninik mamak dan anak kemenakan yang disepakati pada 15 Juli 2025 lalu, terkait tuntutan terhadap PT Arindo Tri Sejahtera.

Masyarakat menuntut realisasi pembagian 20 persen dari total lahan perkebunan kelapa sawit milik PT Arindo Tri Sejahtera yang berada di atas tanah ulayat Kenegerian Batu Gajah, tepatnya di wilayah Sungai Dingin dan Sasopan.

“Surat permohonan resmi sudah kami sampaikan kepada PT Arindo dan tembusannya ke instansi terkait termasuk Kementerian ATR/BPN dan Bapak Presiden,” ujar Suhaili Husein Datuk Bandaro Mudo, pucuk pimpinan adat Batu Gajah sekaligus Ketua Umum DPP LEMTARI.

Pertemuan ini juga dihadiri oleh sejumlah tokoh adat dan masyarakat lainnya seperti Haji Ahmad Zaidi, Kaprowi Dt Pengulu Bosau, S.Pd, Sukri Dt Majo Indo, Pahrul Rozi Panglimo Nuaco, Dodi Usma, dan Ustadz Junaidi Aripin, S.Pd.

Menurut Suhaili, pihaknya optimistis PT Arindo akan memberikan tanggapan positif karena perusahaan itu merupakan bagian dari Grup PT Surya Dumai yang dikenal peduli terhadap masyarakat lokal dan telah menjalankan program 20 persen di berbagai daerah.

“Program ini juga mendukung arahan Presiden Prabowo untuk menurunkan angka kemiskinan nasional,” tambahnya.

Menanggapi situasi ini, tokoh masyarakat Kampar sekaligus Ketua Lestari Alam Indonesia (LAI), Herman Moyan, menyampaikan peringatan tegas agar perusahaan segera menunaikan kewajiban sesuai regulasi.

“PT wajib menunaikan 20 persen yang menjadi hak masyarakat tempatan sesuai amanat undang-undang dan regulasi dari Kementerian Perkebunan,” ujar Moyan, Sabtu (28/7).

Ia juga mengingatkan bahwa ketegangan bisa meningkat jika aspirasi masyarakat tidak direspons dengan baik.

“Kita khawatir masyarakat makin brutal dan tak lagi menghargai PT. Maka PT wajib membangun sinergitas dan menjaga kondusifitas,” tegasnya.

Dasar hukum dari tuntutan masyarakat mengacu pada Peraturan Menteri Pertanian Nomor 98 Tahun 2013 tentang Pedoman Perizinan Usaha Perkebunan dan fasilitasi pembangunan kebun masyarakat minimal 20 persen dari luas areal yang diusahakan. Juga diperkuat oleh Peraturan Menteri ATR/BPN Nomor 7 Tahun 2017 tentang Hak Pengelolaan dan Hak Atas Tanah, termasuk pengakuan terhadap tanah ulayat masyarakat hukum adat.

Hingga saat ini, masyarakat masih menunggu respon resmi dari PT Arindo Tri Sejahtera. Mereka berharap agar sebelum Agustus berakhir, perusahaan sudah memberikan keputusan yang adil dan konstruktif. (rls)

Halaman :

Terkini