PEKANBARU — Musyawarah Daerah (Musda) Dewan Kesenian Riau (DKR) yang sekaligus menjadi forum Musyawarah Seniman Daerah (Musenda) resmi digelar pada Jumat, 5 September 2025, di Aula M. Yazid Bin Tomel, Dinas Kebudayaan Riau, Pekanbaru. Kegiatan ini dihadiri pengurus dewan kesenian kabupaten/kota se-Riau, tokoh budaya, dan pelaku seni.

Ketua Panitia Musenda, Hendra Burhan, menyampaikan bahwa persiapan acara sudah dilakukan sejak awal tahun. “Panitia dibentuk sejak Januari, awalnya Musenda dijadwalkan pada 5 Juli, namun ditunda karena kendala biaya,” jelasnya.
Musenda dibuka secara resmi oleh Sekretaris Dinas Kebudayaan Riau, Ninno Wastikasari, yang berharap forum seniman ini mampu melahirkan ide-ide segar untuk kemajuan kesenian Riau.
Dalam proses penjaringan calon ketua, sempat muncul tujuh nama. Namun, hanya calon yang mendapat minimal empat dukungan yang berhak maju. Dari hasil itu, tiga nama lolos sebagai kandidat, yakni:
Jefrizal al-Malay (8 dukungan)
Iskandar Zulkarnain (5 dukungan)
Kunni Masrohanti (5 dukungan)
Penyampaian Visi-Misi
Dalam penyampaian visi-misinya, Jefrizal menegaskan kesenian harus menjadi garda terdepan pembangunan bangsa dengan kekuatan yang tumbuh dari akar budaya kampung. Ia menekankan DKR sebagai rumah besar gagasan seniman.
Sementara Iskandar Zulkarnain menitikberatkan sinergi DKR dengan program pemerintah. Adapun Kunni Masrohanti berkomitmen menjadikan DKR rumah seniman yang inklusif dan terbuka.
Setelah pemaparan visi-misi, dilakukan pemungutan suara. Jefrizal al-Malay akhirnya terpilih sebagai Ketua Umum DKR periode 2025–2030 dengan 8 suara, disusul Iskandar Zulkarnain (5 suara), sedangkan Kunni Masrohanti tidak memperoleh suara.
Laporan Ketua Periode Sebelumnya
Sebelum pemilihan, Ketua DKR 2020–2025, Taufik Hidayat, menyampaikan laporan pertanggungjawaban. Laporan itu diterima peserta Musenda, meski diakui masih banyak kekurangan.
Taufik yang dikenal sebagai pendukung eks Gubernur Riau Syamsuar yang gagal pada pencalonan periode kedua tahun 2024 lalu. Ia akhirnya memilih tidak mencalonkan diri kembali. “Meskipun saya punya peluang, saya tidak berkenan untuk maju lagi sebagai ketua DKR,” ujarnya.
Profil Ketua Baru
Ketua terpilih, Jefrizal, Amd.Sn, dengan nama pena Jefri al-Malay, lahir di Desa Sejangat, Kelurahan Sungai Pakning, Kecamatan Bukit Batu, Kabupaten Bengkalis, Riau, pada 16 Oktober 1979. Ia menamatkan pendidikan di Akademi Kesenian Melayu Riau, jurusan Teater.
Selain menulis, Jefrizal aktif di dunia teater sebagai penulis naskah, pemain, dan beberapa kali menjadi sutradara. Ia juga pernah bergabung sebagai vokalis grup band Sagu hingga album kedua. Pernah bekerja sebagai reporter di Riau Pos.
Karya-karyanya berupa puisi dan cerpen banyak dimuat di surat kabar Riau Pos, Riau Mandiri, serta majalah budaya Sagang dan Sejori (Batam). Tulisan-tulisannya juga hadir dalam sejumlah buku antologi, di antaranya: Tafsir Luka (2005), Jalan Pulang (2006), Komposisi Sunyi (2007), Tamsil Syair Api (2007), Laut Berkabar (2007), Suara dari Kesunyian (2008), dan lain-lain. Buku kumpulan puisinya yang pertama, Ke Mana Nak Melenggang, terbit pada 2013.
Prestasinya cukup banyak. Puisi “Kabar” meraih juara 3 Sayembara Laman Cipta Sastra DKR 2004. Puisi “Hentian Ini” dan “Diulit Sungut, Dibelit Rungut, Ada yang Dikucah, Apakah Sejarah” meraih juara harapan (2006). Puisi “Episode Renta” mendapat juara 2 (2009), naskah drama “Pekung” juara 3 (2009), sementara puisi “Sumpah Tanah” meraih juara 1 lomba puisi BAHANA UNRI (2008). Karyanya “Tengkah Kaki di Tanah Kami, Tak kan Dikebumi” memenangkan sayembara puisi DKR 2014.
Selain menulis, ia juga dikenal sebagai pembaca puisi. Ia pernah meraih juara 2 lomba baca puisi UIR (2002), juara 2 lomba baca puisi Balai Bahasa Riau (2003), juara harapan lomba baca puisi UIN (2006), juara 1 lomba baca puisi se-Riau DKR (2007), hingga dinobatkan sebagai Johan Penyair Panggung se-Asia Tenggara dalam helat Tarung Penyair Panggung di Tanjung Pinang (2011).
Jefri juga aktif mengikuti berbagai forum seni, baik tingkat lokal, nasional, maupun regional. Di antaranya menghadiri Pertemuan Seniman dan Budayawan Serumpun di Melaka (2004), pertemuan sastrawan se-Sumatera di Batam (2007–2008), hingga tampil di berbagai panggung seni di Riau, Bengkulu, hingga Singapura. (hr)