PEKANBARU – Kasus ini awalnya mencuat pasca Himpunan Mahasiswa Juang Riau (Himaju-Riau) menggelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Senin (4/11/2024) lalu. Dalam aksi itu, puluhan mahasiswa mendesak Kejati Riau segera mengusut dugaan korupsi dalam proses pemberian kredit oleh Bank Riau Kepri Syariah (BRKS) kepada Koperasi Unit Desa (KUD) Kopsa Mas Sekeladi, Kecamatan Tanah Putih, Kabupaten Rokan Hilir.
Koordinator Umum Aksi Himaju-Riau, Andri Kurniawan, dalam orasinya mengungkapkan bahwa pencairan kredit oleh BRKS Cabang Pembantu Kandis terhadap KUD Kopsa Mas patut diduga sarat pelanggaran hukum. Kredit senilai puluhan miliar rupiah itu disebut-sebut diberikan untuk lahan seluas sekitar 605 hektare, yang hampir separuhnya berada dalam kawasan hutan.
“BRKS bekerja sama dengan pengusaha untuk menerbitkan kredit di atas kawasan hutan. Ini modus korupsi yang harus diusut,” tegas Andri.
Lebih jauh, Andri menyebut pimpinan BRKS Cabang Pembantu Kandis berinisial R diduga kuat menjadi aktor utama dalam pencairan kredit bermasalah tersebut. Ia diduga bekerja sama dengan Ketua KUD Kopsa Mas, Untung, yang saat ini telah ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Negeri Bengkalis dalam kasus serupa.
Modus yang dilakukan meliputi: pencairan kredit tanpa survei menyeluruh di lapangan, pemalsuan dokumen, hingga mutasi dana rekening tanpa sepengetahuan nasabah. Skema ini disebut identik dengan kasus yang terjadi di BRK Syariah Duri, di mana sejumlah pejabat bank juga diduga melakukan manipulasi dana nasabah.
“Pemberian kredit kepada 356 nasabah dilakukan tanpa audit, bahkan diduga terdapat kerja sama dalam pemalsuan dokumen dan pemindahan dana tanpa persetujuan debitur. Namun hingga kini, mantan pimpinan BRKS Cabang Pembantu Kandis belum tersentuh hukum,” kata Andri.
Pemberian kredit di atas kawasan hutan tanpa izin jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, serta Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Selain itu, pelanggaran dalam pencairan kredit perbankan dapat dijerat melalui:
Pasal 2 dan 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU No. 20 Tahun 2001.
Pasal 49 ayat (2) huruf b UU No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan, yang menyebutkan bahwa setiap orang yang dengan sengaja menyuruh atau turut serta dalam perbuatan yang mengakibatkan bank berada dalam kondisi merugikan, dapat dipidana penjara paling lama 15 tahun serta denda paling banyak Rp200 miliar.
Atas dasar itu, Himaju-Riau menuntut Kejati Riau segera memanggil dan memeriksa mantan pimpinan BRKS Cabang Pembantu Kandis berinisial R serta seluruh pihak terkait di tingkat direksi dan manajemen BRKS.
“Kami tidak ingin hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas. Jika Ketua KUD sudah dijerat, mengapa pimpinan BRKS sebagai pemberi kredit bisa lolos? Ini pertanyaan besar publik,” tutup Andri. (*)