Ratusan Miliar APBD Dikorupsi Berjamah Oleh Ratusan Kepala Kampung di Siak Kasus Ditangani Kejati Riau

Selasa, 20 Mei 2025 | 14:49:33 WIB

Pekanbaru –Melawan lupa, tahukah anda Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pernah menggali fakta terkait dugaan penyelewengan dana hibah dan bantuan sosial (bansos) di Kabupaten Siak. Dalam proses penyelidikan yang tengah berlangsung, ratusan kepala kampung atau kepala desa telah diperiksa oleh penyelidik dari Bidang Pidana Khusus Kejati Riau.

Pemeriksaan tak lagi dilakukan di kantor Kejati di Pekanbaru, melainkan langsung di Kabupaten Siak atau yang dikenal sebagai Negeri Istana. “Ada 120 kades, pemeriksaan di Siak biar efektif, jemput bola,” kata Asisten Pidana Khusus Kejati Riau, Hilman Azazi, pada Selasa (8/9/2020) lalu.

Menariknya, sebagian dari kepala kampung yang diperiksa saat ini sudah tidak lagi menjabat. Meski demikian, Kejati tetap memanggil dan meminta keterangan dari mereka karena masa jabatan mereka berada dalam rentang waktu yang diselidiki, yakni tahun anggaran 2014 hingga 2019. Ini menegaskan bahwa proses hukum tetap berjalan, tanpa melihat status jabatan terkini.

Kasus ini berfokus pada dugaan korupsi dalam penyaluran dana hibah dan bansos yang bersumber dari anggaran di Bagian Kesejahteraan serta Anggaran Rutin pada Badan Keuangan Daerah Kabupaten Siak. Nilai kerugian negara yang diperkirakan mencapai ratusan miliar rupiah membuat kasus ini menjadi atensi publik dan aparat penegak hukum.

Selain kepala kampung, penyelidik juga kembali memeriksa mantan Ketua DPRD Siak, Indra Gunawan. Ia juga diketahui menjabat sebagai Ketua Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) dan Ketua Karang Taruna Kabupaten Siak. Indra sebelumnya telah diperiksa pada 24 Agustus 2020 dan kini kembali dipanggil berdasarkan surat panggilan Kejati Riau nomor B-650/L.4.5/FD.1/09/2020 tertanggal 4 September 2020.

Hingga saat ini, hampir 150 orang telah dimintai keterangan, termasuk seluruh camat di Siak, serta sejumlah pejabat dan mantan pejabat penting di daerah tersebut. Di antaranya adalah Yan Prana Indra Jaya, mantan Kepala Badan Keuangan Daerah dan Kepala Bappeda Siak yang kini menjabat Sekretaris Daerah Provinsi Riau. Juga Yurnalis, mantan Kepala Bagian Kesejahteraan Rakyat (Kabag Kesra) Siak, kini menjabat Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat Desa dan Kependudukan Riau.

Nama-nama lain yang turut diperiksa meliputi Andi Darmawan dari Bappeda Siak serta Asisten II Pemkab Siak yang pernah menjabat sebagai Kadis Pariwisata dan Olahraga.

Namun, rencana Kejati Riau untuk menghentikan penyidikan kasus dugaan korupsi dana bansos tersebut menuai kecaman dari berbagai pihak.
Direktur Eksekutif Center of Energy and Resources Indonesia (CERI), Yusri Usman, pada Kamis (4/5/2023), menyayangkan sikap tersebut.

"Bansos ini kan menyangkut hak orang miskin, dari perspektif agama dan UUD yang menyatakan orang miskin wajib ditanggung oleh yang mampu dan ditanggung oleh negara. Sehingga jika ada korupsi uang negara terkait hak kaum dhuafa ini, tentu tidak boleh dibiarkan. Modusnya hampir di semua pemda, baik tingkat provinsi maupun kabupaten/kota," ujar Yusri.

Yusri juga menegaskan bahwa Jaksa Agung Muda Pengawasan (Jamwas) Kejaksaan Agung RI harus melakukan pemeriksaan dan pengawasan terhadap penanganan perkara ini.
"Jangan sampai berkembang bisik-bisik di kalangan masyarakat Riau bahwa kasus ini masuk angin keras," katanya.

Lebih lanjut, Yusri mengingatkan bahwa jika Jamwas Kejagung tidak segera turun tangan, maka sudah sepantasnya Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan supervisi atau bahkan mengambil alih perkara yang dinilainya sudah meresahkan masyarakat Riau.

"Sudah cukup besar sumber daya, baik tenaga, biaya, dan waktu yang dikeluarkan oleh BPK Perwakilan Riau dan jaksa-jaksa dalam penyelidikan yang memakan waktu lebih dari tiga tahun. Lalu tiba-tiba dengan alasan tidak ditemukan mens rea atau niat jahat, kasus akan dihentikan? Ini sangat mengherankan," tegasnya.

"Jadi, Kejati Riau harus terbuka ke publik soal tidak adanya niat jahat itu. Jelaskan secara terang dan bertanggung jawab," tutup Yusri.

Sementara itu, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam berbagai organisasi anti-korupsi juga menyatakan keprihatinan dan terus mengawal kasus ini.
"Kami mendorong Kejati Riau untuk menuntaskan kasus ini secara transparan dan adil. Harapan kami, Pak Akmal Abas tidak berhenti di tengah jalan," ujar salah satu mahasiswa dalam pernyataan sikapnya.

Sebagai dasar hukum, penyelidikan ini mengacu pada Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Pasal-pasal yang dapat dikenakan antara lain Pasal 2 dan Pasal 3 tentang perbuatan melawan hukum yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, serta penyalahgunaan wewenang oleh pejabat negara. (*)

Halaman :

Terkini