Pekanbaru, 12 Juni 2025 – Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) Provinsi Riau mengungkapkan masih rendahnya keterbukaan informasi dalam proses legislasi di tingkat DPRD se-Riau. Hal ini terungkap dari hasil pemantauan melalui Indeks Sistem Informasi Legislasi Daerah (SILD) tahun 2025 yang menunjukkan skor rata-rata hanya 0,20 dari skala 1.
Koordinator FITRA Riau, Tarmidzi, menyatakan bahwa hasil ini menunjukkan minimnya komitmen lembaga legislatif terhadap transparansi dan partisipasi publik. “Sebagian besar DPRD di Riau belum memiliki sistem informasi legislasi yang terbuka dan partisipatif,” ujarnya dalam konferensi pers di Pekanbaru.
FITRA Riau mencatat tiga temuan utama dalam pemantauan ini:
1. Sarana Informasi Legislasi: Hanya sebagian kecil daerah yang memiliki platform digital yang memadai untuk menyampaikan informasi legislasi kepada publik.
2. Informasi Proses Legislasi: Banyak DPRD tidak mempublikasikan dokumen penting seperti Daftar Program Legislasi Daerah (Prolegda), draf Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda), dan risalah rapat.
3. Partisipasi Publik: Lebih dari separuh daerah belum memiliki mekanisme pelibatan masyarakat yang sistematis dalam proses legislasi.
Dari 12 kabupaten/kota yang dipantau, hanya Kabupaten Pelalawan (skor 0,43) dan Bengkalis (skor 0,37) yang menunjukkan komitmen relatif baik. Kedua daerah tersebut telah menyediakan website DPRD resmi, kanal media sosial aktif, serta layanan pengaduan berbasis digital.
Sebaliknya, DPRD Provinsi Riau sendiri hanya memperoleh skor 0,20. Bahkan beberapa daerah seperti Kota Pekanbaru dan Kabupaten Kuantan Singingi mendapatkan nilai nol karena tidak menyediakan dokumen legislasi secara daring sama sekali. Kabupaten Meranti, Rokan Hilir, dan Indragiri Hulu juga tercatat dengan skor sangat rendah.
FITRA Riau menyoroti bahwa keterbukaan informasi yang rendah juga berdampak pada minimnya ruang partisipasi masyarakat, khususnya bagi kelompok rentan seperti perempuan dan penyandang disabilitas. “Tidak ada pendekatan afirmatif atau ruang yang inklusif untuk kelompok rentan. Partisipasi publik masih sangat terbatas,” tambah Tarmidzi.
Meski begitu, FITRA Riau menyambut baik komitmen awal DPRD Provinsi Riau untuk mengintegrasikan Sistem Informasi Legislasi Daerah (SILEGDA) ke dalam sistem informasi resmi. Namun, menurut FITRA, hal ini harus diikuti oleh langkah strategis yang berkelanjutan.
Rekomendasi FITRA Riau:
DPRD perlu mengembangkan sistem informasi legislasi yang terintegrasi dan inklusif.
Pengelola website diminta menambahkan fitur aksesibilitas serta mempublikasikan dokumen legislasi secara lengkap.
Masyarakat sipil didorong untuk terus melakukan advokasi dan pelatihan guna memperkuat suara kelompok perempuan dan penyandang disabilitas.
Dengan keterbukaan informasi dan partisipasi publik yang lebih baik, diharapkan proses legislasi di Riau bisa berjalan lebih demokratis dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat. (rls)