Ancaman Pembunuhan Kepala Balai Tesso Nilo, Isyarat Bahwa Perang Melawan Perusakan Hutan Sudah Berdarah

Kamis, 19 Juni 2025 | 16:40:20 WIB

Pelalawan, Riau — Coretan hitam pekat di dinding kantor Balai Taman Nasional Tesso Nilo (BTN) bukan sekadar vandalisme. Pesannya jelas dan mengerikan: "Cabut laporanmu atau kepalamu kami cabut." Ancaman yang ditujukan langsung kepada Kepala Balai BTN ini menandai babak baru dalam konflik berkepanjangan di kawasan konservasi yang terus tergerus oleh ambisi ekonomi dan pembiaran hukum.

Peristiwa ini menjadi alarm keras, bahwa perjuangan mempertahankan hutan tersisa di Sumatera kini telah sampai pada titik berdarah. Balai BTN dalam unggahan resmi melalui akun Instagram @btn_tessonilo menegaskan tidak gentar menghadapi teror, dan tetap berkomitmen menjaga kawasan Tesso Nilo dari para perambah.

“Tesso Nilo tidak akan diserahkan kepada mereka yang hendak menghancurkannya,” tulis pernyataan resmi BTN.

Namun, ini bukan hanya soal keberanian personal. Pertanyaannya lebih mendalam: Apakah negara benar-benar berdiri bersama para penjaga hutan ini?

Tesso Nilo dulunya menjadi simbol harapan konservasi. Di awal 2000-an, kawasan ini adalah rumah bagi lebih dari 200 spesies burung, harimau Sumatra, dan gajah liar yang berkeliaran di antara rimba dataran rendah yang kini langka.

Namun harapan itu kini tinggal angka. Dalam rapat Satgas Penertiban Kawasan Hutan (PKH) yang digelar belum lama ini, Jaksa Agung ST Burhanuddin mengungkap fakta mencengangkan: dari total 81.793 hektare, hanya 12.561 hektare yang tersisa sebagai kawasan hutan. Sisanya telah berubah menjadi kebun sawit, bangunan liar, tiang listrik ilegal, bahkan tempat ibadah yang berdiri tanpa legalitas.

Lebih miris lagi, banyak pelaku membawa dokumen-dokumen palsu—dari KTP, Surat Keterangan Tanah (SKT), hingga sertifikat hak milik—yang dikeluarkan dalam sistem kepalsuan masif yang berlangsung bertahun-tahun.

“Kami tidak menutup kemungkinan keterlibatan aparat dalam proses perambahan ini,” ungkap Burhanuddin dalam rapat tersebut.

Penjaga Hutan Tanpa Senjata

Petugas BTN sejatinya bukan tentara atau aparat bersenjata. Mereka adalah barisan sipil negara yang berdiri di garis depan melindungi alam dari kehancuran. Setiap hari, mereka menghadapi perusak hutan, oknum yang memanfaatkan celah hukum, dan kini—teror yang menyasar nyawa.

Ancaman terhadap Kepala Balai bukan yang pertama. Namun skala dan isi pesan yang ditinggalkan kali ini memberi kesan bahwa garis pertahanan terakhir sedang digempur dengan frontal.

“Mereka tak hanya berjibaku dengan pelanggaran hukum, tapi juga intimidasi fisik dan psikis. Dan mereka tetap bertahan,” ujar salah satu penggiat lingkungan yang enggan disebut namanya.

Negara Harus Hadir

Kasus ancaman pembunuhan ini menambah daftar panjang urgensi kehadiran negara secara nyata di kawasan konservasi. Satgas PKH sudah bergerak. Namun, kekuatan hukum harus diikuti keberanian politik, perlindungan riil, dan penindakan terhadap mafia tanah dan sawit ilegal—termasuk mereka yang bersembunyi di balik jabatan atau seragam.

Tesso Nilo bukan hanya hutan. Ia adalah simbol perlawanan terhadap kehancuran ekologis yang dilegalkan oleh kelambanan sistem. Ketika seorang Kepala Balai diancam dibunuh karena menegakkan hukum, maka yang terancam sesungguhnya bukan hanya dirinya, tapi juga masa depan kita semua. (hr)

Halaman :

Terkini