Fiqih Muamalah dalam Konteks Mata Uang Kripto (Crypto): Antara Peluang dan Tantangan

Fiqih Muamalah dalam Konteks Mata Uang Kripto (Crypto): Antara Peluang dan Tantangan

Penulis: Kresna Risqi Ramadhan
Mahasiswa STMIK Tazkia

Pendahuluan

Perkembangan teknologi digital yang pesat telah melahirkan berbagai inovasi dalam kehidupan manusia, termasuk dalam bidang keuangan. Salah satu fenomena paling mencolok adalah kemunculan cryptocurrency atau mata uang kripto. Sejak diluncurkannya Bitcoin pada tahun 2009, aset digital ini merevolusi cara manusia menyimpan, mentransfer, dan menginvestasikan nilai kekayaan.

Namun, di tengah derasnya arus tren global tersebut, muncul pertanyaan besar di kalangan umat Islam: Bagaimana pandangan Islam terhadap cryptocurrency? Apakah penggunaannya sesuai dengan prinsip Fiqih Muamalah? Tulisan ini akan membahas fenomena cryptocurrency dari sudut pandang Fiqih Muamalah, mencakup aspek legalitas, etika, hingga potensi dan tantangannya dalam kehidupan umat.

Fiqih Muamalah: Dasar Hukum Transaksi dalam Islam

Fiqih Muamalah merupakan cabang fiqih yang membahas hukum-hukum Islam terkait interaksi sosial dan ekonomi antarmanusia. Aktivitas yang dibahas meliputi jual beli (al-buyu’), sewa-menyewa (ijarah), utang-piutang (qardh), pinjam pakai (ariyah), kerja sama (syirkah), serta investasi (mudharabah dan musyarakah).

Tujuan utama Fiqih Muamalah adalah menjaga keadilan, menghindari penindasan, serta mencegah praktik merugikan seperti riba (bunga), gharar (ketidakpastian tinggi), dan maysir (judi/spekulasi).

Fiqih Muamalah bersifat dinamis dan kontekstual. Artinya, ia membuka ruang untuk menjawab persoalan-persoalan kontemporer yang belum dikenal di masa klasik, termasuk perkembangan ekonomi digital seperti cryptocurrency.

Mengenal Cryptocurrency dan Karakteristiknya

Cryptocurrency adalah mata uang digital yang menggunakan teknologi blockchain untuk mencatat transaksi secara aman, transparan, dan terdesentralisasi, tanpa keterlibatan pihak ketiga seperti bank. Ciri-ciri utamanya antara lain:

  1. Desentralisasi: Tidak dikendalikan oleh otoritas seperti bank sentral.
  2. Anonimitas: Identitas pengguna bersifat tersembunyi.
  3. Fluktuasi Tinggi: Nilai sangat volatile, bisa berubah drastis dalam waktu singkat.
  4. Non-Fisik: Tidak memiliki bentuk nyata seperti uang kertas.
  5. Transparan: Seluruh transaksi terekam dalam blockchain dan dapat diaudit publik.

Karena sifatnya yang berbeda dari uang konvensional, cryptocurrency memunculkan banyak perdebatan mengenai status hukumnya dalam Islam.

Pandangan Ulama terhadap Cryptocurrency

1. Pendapat yang Mengharamkan

Sebagian ulama dan lembaga fatwa menyatakan bahwa penggunaan cryptocurrency haram, dengan alasan:

  • Gharar: Nilai yang sangat fluktuatif dan tidak pasti.
  • Maysir: Banyak yang memperlakukannya layaknya perjudian.
  • Anonimitas: Rentan disalahgunakan untuk transaksi ilegal seperti pencucian uang.
  • Tidak memiliki nilai intrinsik: Tidak didukung aset nyata.

Contoh lembaga yang berpandangan demikian adalah Dar al-Ifta’ Mesir dan sebagian lembaga Timur Tengah lainnya.

2. Pendapat yang Membolehkan dengan Syarat

Sebagian ulama lain membolehkan cryptocurrency dengan syarat tidak bertentangan dengan prinsip syariah. Mereka melihat kripto sebagai alat tukar atau komoditas digital, selama:

  • Digunakan untuk transaksi yang halal.
  • Tidak digunakan untuk praktik riba, perjudian, atau penipuan.
  • Mengedepankan transparansi dan akad yang jelas.

Di Indonesia, Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui Fatwa No. 17 Tahun 2021 menyatakan:

“Penggunaan cryptocurrency sebagai mata uang adalah haram karena mengandung gharar, dharar, dan tidak memenuhi syarat sebagai sil'ah secara syar’i. Namun, cryptocurrency sebagai aset atau komoditas yang diperdagangkan adalah mubah, selama mengikuti prinsip syariah dan regulasi yang berlaku.”

Fiqih Muamalah Digital: Respons terhadap Zaman

Fiqih Muamalah berlandaskan prinsip maslahah (kemaslahatan) dan kaidah la dharar wa la dirar (tidak membahayakan dan tidak dibahayakan). Dalam konteks kripto, pendekatan fiqih harus adaptif, mengedepankan:

  • Keadilan bagi semua pihak,
  • Transparansi dan kejujuran,
  • Perlindungan konsumen,
  • Pencegahan praktik penipuan dan eksploitasi.

Ulama dan akademisi Muslim kini mulai mengembangkan konsep Fiqih Muamalah Digital, sebagai upaya menjembatani teknologi dengan nilai-nilai syariah. Pembahasan ini meliputi isu-isu seperti e-wallet, fintech, smart contract, NFT, dan crypto asset.

Tantangan dan Peluang Cryptocurrency dalam Islam

Tantangan:

  • Kurangnya literasi digital dan syariah di masyarakat.
  • Maraknya platform kripto ilegal dan tidak transparan.
  • Volatilitas harga yang tinggi dan spekulatif.
  • Belum maksimalnya regulasi yang mengakomodasi prinsip syariah.

Peluang:

  • Tokenisasi zakat, wakaf, dan donasi dalam bentuk digital.
  • Investasi syariah berbasis blockchain yang akuntabel.
  • Penerapan smart contract untuk akad seperti ijarah, mudharabah, dan musyarakah.
  • Meningkatkan inklusi keuangan, khususnya di daerah tanpa akses perbankan.

Kesimpulan

Cryptocurrency adalah bagian dari realitas ekonomi digital yang tidak dapat dihindari. Umat Islam perlu menyikapinya dengan ilmu, kehati-hatian, dan prinsip-prinsip syariah.

Fiqih Muamalah tidak menolak kemajuan, melainkan mengarahkannya agar tetap dalam koridor keadilan dan maslahat. Sikap yang ideal bukanlah menolak mentah-mentah, tetapi juga tidak menerima tanpa filter.

Penggunaan cryptocurrency dapat dibolehkan dengan syarat:

  • Tidak digunakan untuk spekulasi atau perjudian.
  • Mengikuti akad dan prinsip syariah secara ketat.
  • Melalui platform yang legal dan diawasi regulator.

Dengan demikian, Fiqih Muamalah dapat menjadi panduan penting dalam menghadapi ekonomi digital secara Islami—menjaga umat dari transaksi yang batil, sekaligus memanfaatkan peluang yang ditawarkan zaman.

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index