Khiyar dalam Transaksi Digital: Meretas Jalan Etika di Era E-Commerce

Khiyar dalam Transaksi Digital: Meretas Jalan Etika di Era E-Commerce

Oleh Abdurrahman Fathi Mubarok (Mahasiswa Sistem Informasi STMIK Tazkia)

Di tengah derasnya arus digitalisasi, transaksi jual beli kini lebih banyak terjadi di ruang virtual ketimbang di pasar fisik. Perubahan ini membawa berbagai kemudahan, namun juga menyisakan celah etika dan risiko kerugian bagi konsumen. Dalam konteks ini, konsep khiyar dalam fikih muamalah Islam layak dikaji ulang sebagai landasan normatif sekaligus adaptif dalam membangun ekosistem e-commerce yang adil dan transparan.

Secara sederhana, khiyar berarti hak pilih bagi pihak-pihak dalam transaksi untuk meneruskan atau membatalkan akad. Dalam praktik klasik, dikenal beberapa jenis khiyar seperti khiyar majlis (hak membatalkan selama masih dalam majelis akad), khiyar aib (karena cacat barang), hingga khiyar ru’yah (hak melihat barang terlebih dahulu). Meski berasal dari sistem jual beli konvensional, esensi khiyar tetap relevan untuk mengantisipasi kerugian dan ketimpangan dalam transaksi modern.

Platform perdagangan daring saat ini pada dasarnya telah mengakomodasi prinsip-prinsip khiyar, meski dengan bahasa dan pendekatan yang berbeda. Fitur pengembalian barang, jaminan garansi, atau pembatalan pesanan mencerminkan semangat khiyar syarat dan khiyar aib. Dengan kata lain, khiyar bukan hanya sekadar konsep fikih, tetapi juga telah menjadi praktik yang diterima secara luas dalam tata kelola bisnis digital.

Yang menarik, teknologi informasi justru berpotensi memperkuat pelaksanaan khiyar secara lebih objektif dan preventif. Penerapan blockchain misalnya, memungkinkan riwayat produk dicatat secara permanen dan tidak dapat dimanipulasi, sehingga pembeli memiliki akses terhadap informasi yang jujur dan lengkap. 

Teknologi realitas tertambah (AR) dan realitas virtual (VR) juga memungkinkan konsumen “melihat” barang secara lebih mendalam sebelum membeli, mendekati semangat khiyar ru’yah dalam transaksi klasik.

Lebih dari itu, integrasi nilai-nilai khiyar ke dalam desain sistem digital dapat memperkuat asas transparansi, keadilan, dan akuntabilitas dalam perdagangan. Ini sejalan dengan maqashid syariah yang menekankan perlindungan terhadap hak individu dan mendorong terciptanya keadilan sosial. 

Di tengah tantangan pasar yang makin kompleks dan global, pendekatan ini menjadi penting agar teknologi tidak hanya menghadirkan efisiensi, tetapi juga keberpihakan terhadap etika.

Pada akhirnya, khiyar bukan sekadar alat hukum dalam transaksi, melainkan juga jembatan antara norma keagamaan dan praktik ekonomi modern. Dengan terus mengembangkan inovasi yang berakar pada prinsip moral dan syariah, kita bisa membentuk pasar digital yang tidak hanya canggih, tetapi juga beradab. (*)

Halaman

Rekomendasi

Index

Berita Lainnya

Index