Bangkinang – Sejumlah proyek strategis di Kabupaten Kampar, khususnya pada sektor pembangunan jalan, jembatan, serta kegiatan dari Dinas Cipta Karya, hingga awal Juni 2025 dilaporkan belum juga berjalan. Kondisi ini terjadi di tengah keluhan masyarakat yang mulai merasakan dampaknya terhadap perputaran ekonomi.
Berdasarkan informasi yang diterima, Kepala Dinas PUPR Kampar, Afdal ST MT, saat ini sedang menunaikan ibadah haji. Sementara itu, jabatan Pelaksana Harian (Plh) diisi oleh Amga. Namun, pelaksanaan kegiatan dinas disebut belum efektif karena adanya persoalan internal dalam hal koordinasi dan pelaksanaan tugas.
“Lelang belum jalan. Proyek-proyek fisik mandek. Dampaknya sangat terasa bagi buruh, tukang, warung makan, hingga toko material. Ekonomi tidak bergerak,” ungkap seorang kontraktor lokal yang enggan disebutkan namanya.
Situasi ini juga menimbulkan tantangan tersendiri bagi Bupati Kampar Ahmad Yuzar yang baru dilantik beberapa waktu lalu. Sebagai kepala daerah baru, Ahmad Yuzar dinilai tidak memiliki keleluasaan penuh dalam menggerakkan jajaran birokrasi. Sejumlah kepala dinas, termasuk Kepala Dinas PUPR, bukan merupakan bagian dari kabinet yang ia susun sendiri. Hal ini membuatnya kesulitan mengambil langkah cepat untuk mempercepat pelaksanaan program pembangunan.
“Bupati Ahmad Yuzar tidak bisa berbuat banyak karena dinas-dinas teknis, termasuk PUPR, masih dijalankan oleh pejabat lama yang tidak ia pilih sendiri. Ini menjadi kendala dalam pengambilan keputusan strategis,” ungkap salah seorang tokoh masyarakat Kampar.
Kondisi ini tak hanya berdampak pada masyarakat kecil. Penundaan lelang juga diperkirakan akan mengganggu target penyerapan anggaran daerah tahun 2025, yang berpotensi memicu sanksi administratif dari pemerintah pusat.
Dalam konteks hukum, keterlambatan proses pengadaan barang dan jasa yang menyebabkan terganggunya pembangunan dan pelayanan publik dapat dikaitkan dengan berbagai regulasi. Di antaranya UU No. 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, yang mewajibkan pemerintah memberikan layanan cepat, tepat, dan profesional. Penundaan kegiatan tanpa alasan sah dapat dikategorikan sebagai bentuk maladministrasi, sebagaimana diatur dalam UU No. 37 Tahun 2008 tentang Ombudsman RI.
Sementara itu, dalam hal pengelolaan keuangan daerah, UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan Perpres No. 12 Tahun 2021 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah mengatur bahwa belanja daerah harus dilakukan secara efisien, efektif, dan bertanggung jawab. Jika keterlambatan ini menyebabkan gagalnya realisasi anggaran, maka dapat dianggap sebagai pelanggaran prinsip tata kelola keuangan yang baik.
Bahkan, jika ditemukan unsur kesengajaan atau penyalahgunaan kewenangan untuk keuntungan pihak tertentu, maka penundaan lelang bisa masuk dalam ranah tindak pidana korupsi berdasarkan UU No. 31 Tahun 1999 jo. UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Pemerhati kebijakan publik di Kampar, Arul Harahap, menilai bahwa pemerintah daerah harus segera bertindak. “Ini bukan hanya soal proyek, tapi menyangkut hajat hidup banyak orang. Kalau dibiarkan, akan berdampak pada perekonomian dan juga ancaman gagal serap anggaran,” ujarnya.
Hingga berita ini ditulis, pihak Dinas PUPR Kampar belum memberikan keterangan resmi terkait jadwal pasti dimulainya proses lelang dan pelaksanaan kegiatan fisik tahun ini.
(jk)