Bangkinang – Hingga pertengahan Juli 2025, penyerapan anggaran di Kabupaten Kampar menjadi perhatian serius. Berbagai kalangan menilai lemahnya serapan anggaran mencerminkan ketidakmampuan Pemerintah Kabupaten Kampar dalam mengelola keuangan daerah secara efektif dan bertanggung jawab. Bupati Kampar, Ahmad Yuzar, dinilai gagal menunjukkan kepemimpinan yang kuat dan konsisten dalam menghadapi persoalan kompleks tersebut.
Komisi IV DPRD Kampar dikabarkan tengah menyiapkan langkah untuk memanggil Bupati Ahmad Yuzar guna memberikan klarifikasi atas rendahnya realisasi belanja modal serta berbagai kejanggalan dalam pengelolaan anggaran. Laporan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikutip Media Nasional Cakrawala menyebutkan adanya pos anggaran yang direalisasikan melebihi 100 persen, menunjukkan potensi pemborosan serta pelanggaran administratif yang membebani keuangan daerah hingga triliunan rupiah. Selain itu, isu tunda bayar kepada pihak ketiga juga masih menjadi beban berat yang harus segera diselesaikan.
Di sisi lain, aktivitas Bupati Ahmad Yuzar justru menimbulkan tanda tanya di kalangan masyarakat. Ia disebut-sebut kerap meninggalkan persoalan penting di daerah dan lebih memilih melakukan kegiatan bersepeda ke luar daerah, seperti ke Harau dan Payakumbuh di Provinsi Sumatera Barat—wilayah yang tidak memiliki kaitan langsung dengan pembangunan ataupun promosi potensi Kabupaten Kampar.
“Bupati Kampar sering kali menghindar dari masalah dan lebih memilih bersepeda ke tempat-tempat yang tidak ada hubungannya dengan kemajuan Kampar. Apa salahnya bersepeda itu dilakukan di Kampar sendiri, sambil melihat jalan-jalan berlubang, jembatan rusak, atau desa yang masih kekurangan fasilitas dasar. Itu jauh lebih bermanfaat,” ujar Rudi, mahasiswa Universitas Riau asal Kampar.
Rudi juga mendesak Menteri Dalam Negeri untuk segera mengevaluasi kepemimpinan Ahmad Yuzar. Ia mengutip Pasal 78 dan 80 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan kewenangan kepada Mendagri untuk memberhentikan kepala daerah jika tidak menjalankan tugas dan tanggung jawab secara optimal, termasuk dalam pengelolaan keuangan daerah.
“Ini bukan semata soal teknis anggaran, tapi menyangkut kepercayaan rakyat dan tanggung jawab konstitusional kepala daerah. Kami sedang mengkaji laporan BPK dan mempertimbangkan pelaporan resmi ke Kementerian Dalam Negeri,” tegas Rudi.
Kondisi keuangan Kabupaten Kampar yang belum stabil, serapan anggaran yang minim, serta lemahnya kepemimpinan kepala daerah dinilai menjadi hambatan utama dalam mendorong kemajuan dan kesejahteraan masyarakat. Mahasiswa dan elemen masyarakat sipil menyerukan agar evaluasi tidak sekadar formalitas, melainkan dijadikan momen koreksi menyeluruh atas arah kebijakan daerah. (rls)